Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Dari Lampiran Menjadi Kenyataan: Suara tentang Tata Kelola Guru

Kalimat pembukanya sederhana, tapi mengandung pengalaman lapangan yang jarang terdengar di forum akademik:

“Bayangkan, Pak, dampaknya luar biasa. Hanya selembar lampiran dalam Undang-Undang 23 Tahun 2014, tapi seluruh nasib guru SMA, SMK, dan SLB berpindah ke provinsi.”

Ucapan Syamsudin Isnaini, S.STP., S.H., M.H., Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah, dalam Focus Group Discussion RUU Sisdiknas di Universitas PGRI Semarang, menjadi titik refleksi paling “membumi” di antara paparan hukum dan teori pendidikan yang siang itu bergulir.

Realitas Setelah UU 23/2014: Mengelola 72.000 Guru dan 78 Sekolah di Tanah Kas Desa

Dengan nada tenang tapi tegas, Syamsudin menceritakan bagaimana perubahan kewenangan pasca UU 23/2014 memindahkan pengelolaan SMA/SMK/SLB dari kabupaten/kota ke provinsi. Perubahan itu, katanya, bukan sekadar administrasi — tapi lompatan sistemik yang menuntut adaptasi luar biasa.

“Sejak Januari 2017, kami menerima aset, guru, dan seluruh urusan pendidikan menengah. Ada sekitar 72.000 guru yang kini menjadi tanggung jawab provinsi,” ujarnya.

Dari jumlah itu, 14.899 guru sudah berstatus PPPK, sementara masih ada 3.000 guru tidak tetap (GT) yang harus ditangani sambil menunggu formasi. Sebagian sekolah pun berdiri di tanah kas desa (TKD) — “sekitar 78 lokasi masih kami urus legalitasnya,” tambahnya.

Tak jarang, solusi harus kreatif. Ia bahkan menyebut munculnya istilah baru di lapangan: guru tamu — tenaga pengajar sementara yang dibiayai lewat APBD agar anak-anak tetap mendapat guru meski formasi ASN belum lengkap.

“Kalau moratorium guru terus berlanjut, kami kelimpungan. Di lapangan, anak-anak tak bisa menunggu birokrasi,” katanya disambut tawa dan tepuk tangan kecil dari para peserta.

Antara Taktis dan Prinsipil: Keberanian Mengambil Risiko

Syamsudin menyebut langkah itu sebagai “nekat tapi perlu.” Ia mencontohkan bagaimana Pemprov Jawa Tengah tetap menganggarkan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) bagi guru, kepala sekolah, dan tenaga pendidik, meski posisinya sering diawasi ketat oleh auditor.

“Kami tetap menganggarkan TPP guru di kisaran 1,5 hingga 2 juta rupiah. Kepala sekolah 3 juta. Kalau nanti disemprit pemeriksa, ya kami siap jelaskan: ini bentuk keberpihakan kami pada guru.”

Nada bicaranya tak berapi-api, tapi setiap kalimatnya menunjukkan sikap: berpikir taktis, bekerja realistis, dan tetap memegang kompas etika. “Kami di daerah ini tidak bisa hanya menunggu pusat,” ujarnya pelan. “Kami jalan sambil belajar.”

Tata Kelola dan Masa Depan: Antara Senang dan Sedih

Saat pembicaraan bergeser ke wacana penarikan pengelolaan guru oleh pemerintah pusat dalam RUU Sisdiknas, Syamsudin tersenyum.

“Kalau ditarik pusat, kami senang karena beban 72.000 guru itu berkurang. Tapi di sisi lain, kami juga sedih — karena artinya ruang tanggung jawab provinsi ikut menyempit.”

Ia menilai solusi terbaik bukan memusatkan, melainkan mensinkronkan kewenangan: pusat mengelola guru, daerah menjamin sarana, akses, dan layanan pendidikan. Ia memberi contoh nyata: Pemprov Jawa Tengah masih harus mendirikan tiga SMA baru setiap tahun di daerah blank spot, menjaga agar Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan menengah naik dari 84%, dan menurunkan angka anak tidak sekolah yang masih mencapai 500 ribu jiwa.

“Kami ini bekerja di dua arah: mengawal mutu sekaligus membuka akses. Keduanya tidak bisa dipisahkan.”

Di akhir penyampaiannya, Syamsudin menundukkan kepala sedikit, lalu menutup dengan salam penuh hormat:

“Kami ini masih belajar, Pak. Tapi semoga langkah kecil kami di Jawa Tengah bisa ikut memperkuat sistem pendidikan nasional.”

Kalimat itu merangkum kejujuran seorang birokrat yang bekerja di garis depan pendidikan—di antara idealisme undang-undang dan realitas lapangan yang tak menunggu. Dan di forum yang penuh akademisi dan pejabat tinggi, suaranya menjadi pengingat bahwa kebijakan pendidikan pada akhirnya bukan sekadar pasal, tapi soal keberanian untuk memastikan anak-anak tetap punya guru di setiap kelas.

#PendidikanJawaTengah #RUUSisdiknas #PGRIJawaTengah #GuruBerdaya #KebijakanPendidikan

Posting Komentar

0 Komentar