Semarang — Pelatihan daring bagi guru yang digelar pada Kamis, 18 Desember 2025 membahas keterkaitan catur dan capaian akademik sebagai bagian dari penguatan pembelajaran berbasis Higher Order Thinking Skills (HOTS). Kegiatan ini menghadirkan Teduh Sukma Wijaya, S.Pd. sebagai narasumber, dengan Dr. Saptono Nugrohadi, M.Pd., M.Si. sebagai host sekaligus moderator.
Dalam pemaparannya, Teduh menjelaskan bahwa catur bukan sekadar permainan, melainkan ruang latihan untuk membangun kebiasaan berpikir tingkat tinggi. Peserta diajak memahami bagaimana catur melatih kemampuan kognitif seperti berpikir kritis dan strategis, pemecahan masalah, konsentrasi, kesabaran, disiplin, memori, serta perencanaan langkah ke depan. Keterampilan-keterampilan tersebut, menurutnya, relevan dengan proses belajar siswa di berbagai mata pelajaran, termasuk matematika, sains, dan bahasa.
Narasumber juga menyinggung hasil sejumlah penelitian yang menunjukkan kecenderungan korelasi positif antara latihan catur dan perkembangan fungsi kognitif. Salah satu poin yang ditekankan adalah bahwa peningkatan akademik tidak terjadi “secara ajaib” hanya karena catur, melainkan melalui kebiasaan mental yang terbentuk dari latihan rutin—mulai dari fokus, ketelitian, hingga kemampuan menganalisis pilihan langkah.
Sesi tanya jawab berlangsung interaktif. Pertanyaan peserta mengarah pada aspek praktis: dari sisi apa catur memberi dampak pada siswa, serta mengapa permainan ini dapat melatih berpikir kritis. Teduh menjelaskan bahwa berpikir kritis dalam catur dimulai dari kemampuan membaca situasi (analisis posisi), memetakan kemungkinan (kalkulasi langkah), lalu memilih solusi terbaik—sebuah proses yang mirip dengan cara siswa menyelesaikan masalah pada pembelajaran di kelas.
Pada bagian praktik, peserta diperkenalkan pada pemanfaatan platform chess.com, terutama fitur Puzzle, sebagai sarana latihan taktik. Melalui contoh puzzle, peserta melihat bagaimana pemain perlu memprediksi respons lawan, menghitung risiko, dan mengambil keputusan secara terukur. Proses ini dinilai dapat menjadi model latihan berpikir yang dapat diadaptasi dalam pembelajaran, khususnya untuk membangun kebiasaan analitis dan reflektif.
Dr. Saptono Nugrohadi menegaskan kembali bahwa inti sesi bukan pada “menang-kalah” permainan, melainkan pada proses berpikir yang dilatih melalui catur. Ia menutup kegiatan dengan mengingatkan peserta untuk mengisi daftar hadir serta menyampaikan pesan reflektif bahwa setiap langkah berpikir adalah investasi kecerdasan.
Kegiatan pelatihan ini menjadi bagian dari upaya pengembangan kapasitas guru dalam menghadirkan pembelajaran yang lebih bermakna dan melatih kemampuan berpikir tingkat tinggi, baik melalui strategi pedagogis maupun pemanfaatan aktivitas yang dekat dengan keseharian siswa.

0 Komentar