Di sebuah desa yang jauh dari hiruk-pikuk kota, seorang ibu bernama Sartia menjalani hidup yang sama setiap hari—bangun pagi, memasak, membersihkan rumah, mengurus anak. Ia lahir dan besar di desa itu. Ia tidak bisa membaca. Ia tidak bisa menulis.
“Mungkin sampai mati pun hidup saya akan begitu saja.”
Namun, di rumah kecil itu, tumbuh seorang anak yang berbeda — Ario, murid sekolah dasar yang menemukan dunia melalui huruf-huruf yang bahkan tidak dapat dibaca oleh ibunya.
“Saya nggak bisa baca. Tapi tiap lihat dia, ada cahaya di matanya yang belum pernah saya lihat sebelumnya.” — Sartia
Kisah ini bermula dari cahaya kecil yang ditemukan oleh seorang guru.
Babak Awal: Saat Guru Menemukan Cahaya
Semua dimulai di kelas V. Latifah Utami, S.Pd., guru sekaligus anggota PGRI Kabupaten Banjarnegara, membaca tugas sederhana dari Ario. Bukan sekadar kata-kata—itu adalah cerita.
“Kosakatanya lebih luas daripada teman-temannya. Kata fobia saja dia tahu.” — Latifah Utami
Ario bukan juara kelas. Nilainya biasa saja.
“Dia bukan juara kelas. Tapi dari tulisannya saya tahu: anak ini punya bakat.” — Latifah
Latifah mulai meminta Ario menulis cerita lain. Ia ketik ulang semua karya Ario di laptopnya. Satu demi satu. Hingga akhirnya menjadi naskah buku.
Momentum yang Mengubah Segalanya
Suatu sore, setelah mengajar, Latifah mengetuk pintu rumah Ario.
“Bu Sartia, Ario punya banyak cerita yang bagus. Kami ingin mengumpulkannya jadi buku.” — Latifah
Sartia terdiam. Ia tidak mengira anaknya akan menerbitkan buku.
Beberapa minggu kemudian, Ario pulang membawa sebuah buku. Namanya tertulis sebagai penulis.
“Saya menangis. Bukan karena sedih, tapi karena bangga.” — Sartia
Bagi Sartia, buku itu bukan sekadar buku. Itu adalah cahaya.
Pelajaran dari Guru: Memberi Panggung untuk Murid
Latifah tidak merencanakan menjadi content creator. Ia hanya mendokumentasikan proses belajar sebagai kenangan. Tetapi ketika PGRI membuka lomba konten inspiratif tingkat provinsi, ia teringat Ario.
“Saya ingin mengangkat cerita Ario jadi video. Tidak direncanakan. Mengalir begitu saja.” — Latifah
Video itu memenangkan Juara 1 Konten Edukatif.
“Prestasi itu tidak harus nilai bagus. Potensi apa pun bisa jadi prestasi.” — Latifah
Ketika Ibu yang Buta Huruf Melahirkan Penulis
Ironi yang paling menyentuh bukan pada lomba atau penghargaan. Tetapi ini:
Seorang ibu yang tidak bisa membaca buku, melahirkan seorang anak yang menulis buku untuk dunia.
“Setiap hurufmu adalah cahaya. Setiap ceritamu adalah doa yang hidup di antara halaman waktu.” — Voice Over video Ario
Lebih dari Sekadar Konten
“Saya mengabadikan momen di kelas agar saat saya lelah, saya ingat lagi tujuan saya mengajar.” — Latifah
Ia tidak mencari viralitas. Ia hanya ingin memberi panggung.
Pesan untuk Guru Indonesia
“Guru harus memberi panggung kepada anak. Biarkan mereka menemukan potensinya.” — Latifah
“Teknologi jangan hanya untuk hiburan, gunakan untuk pembelajaran.”
Cerita Ario mengingatkan: pendidikan bukan hanya soal administrasi. Pendidikan adalah kerja hati.
Epilog: Cahaya yang Dituliskan
Di halaman terakhir buku itu, Sartia mungkin tidak bisa membaca satu pun kata.
Namun ia bisa merasakannya.
Sebab huruf-huruf itu adalah cahaya. Dan cahaya tidak perlu dibaca — cahaya cukup dirasakan.
Guru tidak hanya mengubah nilai. Guru mengubah hidup.

0 Komentar