Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Empat Pilar Komputasional

Semarang, Oktober 2025 • SLCC PGRI Jawa Tengah menghadirkan Tri Haryatmo, S.Pd., M.Pd. dari BBGTK Jawa Tengah, bersama host Dr. Saptono Nugrohadi, M.Pd., M.Si. Pada sesi ini, Tri membedah inti pelatihan Coding KA: empat pilar berpikir komputasional yang menjadi fondasi kemampuan problem solving bagi siswa.

Tri Haryatmo membuka bagian materi dengan pertanyaan sederhana namun menohok: mengapa coding diberikan kepada semua siswa, bahkan yang tidak bercita-cita menjadi programmer? Jawabannya muncul lewat penjelasan runtut bahwa coding bukan soal hafalan sintaks—melainkan cara berpikir sistematis. Peserta pelatihan tampak fokus, layar Zoom dipenuhi sorotan wajah yang mengangguk saat Tri menggeser slide ke bagian inti: berpikir komputasional.

Berpikir komputasional berarti menyusun solusi secara logis dan sistematis sehingga dapat diproses oleh manusia maupun komputer.” — Tri Haryatmo, BBGTK Jawa Tengah

Lead terpenuhi: siapa (Tri Haryatmo), apa (empat pilar komputasional), kapan dan di mana (Oktober 2025, Semarang), serta mengapa (melatih kemampuan pemecahan masalah). Keseluruhan sesi ini dirancang agar guru bisa menerjemahkan materi menjadi praktik pembelajaran yang menyenangkan.

Empat Pilar

Tri menjelaskan empat komponen utama berpikir komputasional: dekomposisi (memecah masalah kompleks), pengenalan pola (menemukan kesamaan dalam situasi berbeda), abstraksi (menyaring informasi penting), dan algoritma (menyusun langkah jelas dan berurutan).

Tanpa menyebut istilah teknis secara berlebihan, Tri memakai contoh sederhana: merancang pesta ulang tahun, montir bengkel yang mengetahui urutan pengecekan mesin, hingga menggunakan Google Maps untuk memilih jalur tercepat. Analogi itu membuat peserta merasa dekat dan langsung mengaitkan materi dengan aktivitas sehari-hari di kelas.

“Algoritma itu bukan rumit—itu hanya urutan langkah hingga tujuan tercapai.”

Dampak Belajar

Dampak penerapan empat pilar ini terasa langsung: guru tidak lagi mengajari coding sebagai barisan kode, melainkan sebagai cara berpikir yang menyusun strategi. Siswa diajak menalar, bukan menghafal. Pada titik itu, coding menjadi jembatan menuju kompetensi 4C—critical thinking, creativity, collaboration, dan communication.

Dr. Saptono memperkuat arah sesi dengan mengingatkan pentingnya latihan setelah pelatihan. Semakin sering guru mencoba menerapkan komputasional dalam tugas siswa, semakin terbentuk budaya berpikir sistematis di kelas.

Sesi ditutup dengan ajakan tindak lanjut: guru diminta membuat contoh aktivitas di kelas yang melibatkan dekomposisi atau algoritma, lalu menguji apakah siswa benar-benar mampu memecah masalah menjadi langkah kecil yang bisa dikerjakan.

Posting Komentar

0 Komentar