Semarang, 4 Juni 2025 — Ketua PGRI Provinsi Jawa Tengah, Dr. H. Muhdi, S.H., M.Hum., kembali mengingatkan pentingnya penegakan kode etik profesi guru di tengah tantangan zaman yang semakin kompleks. Pesan tersebut disampaikan dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Biro Penegakan Kode Etik dan Advokasi, Biro Pengembangan Karier Guru, Pendidik, dan Tendik, serta Biro Pembinaan dan Pengembangan Lembaga Pendidikan, yang digelar secara daring pada Rabu (4/6).
Acara yang dipandu oleh Dr. Hj. Dyah Nugrahani, S.Pd., M.Hum. dan dipandu teknis oleh Sekretaris Umum PGRI Jawa Tengah, Drs. H. Aris Munandar, M.Pd., menjadi forum penting dalam upaya menyamakan persepsi dan memperkuat sinergi antar-biro serta pengurus bidang di kabupaten/kota.
“Rakor ini saya harapkan benar-benar produktif. Apalagi banyak pengurus baru di kabupaten/kota yang perlu memahami esensi peran PGRI sebagai organisasi profesi. Salah satunya adalah bagaimana kita memuliakan guru melalui pemahaman dan ketaatan terhadap kode etik,” tegas Dr. Muhdi dalam sambutannya.
Kode Etik Bukan Sekadar Formalitas
Dalam kesempatan tersebut, Dr. Muhdi menyoroti maraknya kasus pelanggaran etika di kalangan guru yang belakangan mencuat ke publik. Ia menekankan bahwa kode etik bukan sekadar simbol formalitas, melainkan fondasi moral yang wajib dipahami dan dijalankan oleh setiap insan pendidik.
“Kita tidak pada posisi hanya mengadvokasi guru saat ada persoalan hukum. Lebih penting, kita harus mengingatkan bahwa profesi guru adalah pilihan mulia yang harus dijalani dengan penuh tanggung jawab. Kode etik adalah keharusan yang melekat, bukan sekadar tempelan,” ujarnya.
Dr. Muhdi juga mengungkapkan kecemasan pribadi atas fenomena meningkatnya pelanggaran etik, yang bahkan kerap berujung pada kasus hukum.
“Setelah 20 tahun Undang-Undang Guru lahir, dan tunjangan profesi diterima, justru kita melihat perilaku menyimpang guru makin beragam. Ada kasus-kasus yang makin sulit dipahami — mulai dari pelanggaran etika ringan, ketidakdisiplinan, hingga kasus berat seperti pelecehan. Ini sangat memprihatinkan,” tambahnya.
Ia mengajak seluruh jajaran PGRI di daerah untuk lebih aktif melakukan upaya preventif, bukan sekadar bersikap reaktif saat terjadi pelanggaran.
Menjaga Martabat Profesi Guru
Lebih jauh, Dr. Muhdi menegaskan bahwa PGRI harus terus berjuang agar martabat guru tetap terjaga di tengah dinamika perubahan regulasi, terutama dengan adanya rencana penarikan Undang-Undang Guru ke dalam UU Sisdiknas.
“Saya ingin mengingatkan, peleburan Undang-Undang Guru ke UU Sisdiknas harus kita kawal sangat ketat. Jangan sampai pasal-pasal penting yang selama ini kita perjuangkan — termasuk pengakuan guru sebagai profesi dan hak atas tunjangan profesi — malah hilang atau dilemahkan,” tegasnya.
Menurut Dr. Muhdi, penguatan posisi guru sebagai profesi bukan sekadar untuk kesejahteraan, melainkan juga demi membangun kepercayaan masyarakat terhadap dunia pendidikan.
“Jangan sampai orang bertanya: apa beda guru yang punya tunjangan profesi dengan yang tidak? Kita ingin guru yang profesional, bermartabat, dan mampu memberi teladan — bukan sekadar menerima hak tapi lupa kewajiban,” ungkapnya.
Tantangan Pengembangan Karier dan Lembaga Pendidikan
Dalam sambutan yang inspiratif dan lugas, Dr. Muhdi juga menyoroti tantangan lain yang dihadapi PGRI, yakni terkait pengembangan karier guru serta penguatan mutu lembaga pendidikan.
Ia menyinggung kasus sekolah-sekolah swasta, termasuk milik PGRI, yang menghadapi penurunan siswa di tengah kebijakan perluasan akses pendidikan.
“Kita prihatin ada sekolah-sekolah PGRI yang gratis pun masih kesulitan mendapatkan siswa. Padahal di sisi lain, sekolah swasta unggulan justru berkembang. Ini tantangan bagi kita bagaimana mengelola mutu pendidikan yang kompetitif dan tetap inklusif,” tuturnya.
Penegasan Peran PGRI ke Depan
Menutup sambutannya, Dr. Muhdi mengajak seluruh peserta Rakor untuk memperkuat peran PGRI sebagai organisasi yang tidak hanya membela hak guru, tetapi juga mendorong penguatan etika, profesionalisme, dan kualitas pendidikan di Indonesia.
“PGRI bukan sekadar organisasi seremonial. Kita harus menjadi motor penggerak perbaikan pendidikan. Mulai dari kode etik, pengembangan karier, hingga peran strategis dalam mengawal kebijakan pendidikan nasional. Mari kita jaga integritas dan komitmen kita bersama,” pungkasnya.
Rakor kemudian dilanjutkan dengan sesi breakout room yang dipimpin masing-masing ketua biro:
Dr. H. Bunyamin, M.Pd. (Biro Penegakan Kode Etik dan Advokasi)
Soleh Amin, S.Pd., M.Pd. (Biro Pengembangan Karier Guru, Pendidik, dan Tendik)
Drs. Adi Prasetyo, S.H., M.Pd. (Biro Pembinaan dan Pengembangan Lembaga Pendidikan)
Forum ini diharapkan mampu merumuskan langkah-langkah strategis yang berdampak langsung bagi penguatan profesi guru dan peningkatan mutu pendidikan di seluruh wilayah Jawa Tengah.
0 Komentar