
Cebu, 19–22 September 2025 – 39th ASEAN Council of Teachers + Korea (ACT+1) Convention di Waterfront Cebu City Hotel menghadirkan mosaik pandangan yang kaya tentang arah pendidikan masa depan. Dari sembilan negara ASEAN dan Korea Selatan, lahir suara-suara yang menggambarkan keseimbangan antara teknologi mutakhir dan nilai kemanusiaan dalam proses belajar mengajar.
Teknologi: Mesin Perubahan
Korea Selatan tampil dengan visi berani: pendidikan berbasis kecerdasan buatan (AI-Powered Education). AI dipandang bukan sekadar alat, melainkan mitra baru guru dalam menuntun pembelajaran yang adaptif dan personal. Singapura mendukung gagasan ini, tetapi dengan catatan kritis. Liang Sea Fong menegaskan AI membawa peluang besar—efisiensi, kurikulum cerdas, dan percepatan capaian belajar—namun juga tantangan serius berupa etika, kesenjangan digital, dan risiko hilangnya peran manusiawi guru.
Kedua negara ini memperlihatkan optimisme bahwa teknologi adalah katalis, asalkan diterapkan dengan kebijakan yang bijak.
Humanisasi dan Kompetensi Guru
Di sisi lain, Vietnam, Malaysia, dan Thailand mengusung suara yang lebih membumi. Bagi mereka, pusat pendidikan tetaplah guru.
- Vietnam – menciptakan budaya inovasi di sekolah, bukan sekadar teknologi, melainkan suasana kolaboratif yang menumbuhkan kreativitas murid.
- Malaysia – menekankan kesejahteraan dan kompetensi guru. Tanpa guru yang sehat lahir batin, teknologi hanyalah benda mati.
- Thailand – membangun kerangka humanizing untuk pengembangan kompetensi guru, menegaskan sentuhan kemanusiaan sebagai inti pendidikan sejati.
Ketiga negara ini menyuarakan peringatan: jangan sampai pendidikan kehilangan wajah manusiawi ketika teknologi masuk terlalu jauh.
Titik Temu ASEAN + Korea
Dari kontras dua poros ini, muncul benang merah: pendidikan masa depan bukan soal memilih AI atau humanisasi, melainkan bagaimana mengintegrasikan keduanya. Teknologi diperlukan untuk memperluas akses dan meningkatkan efisiensi. Namun guru tetaplah jantung pendidikan, yang memberi makna, empati, dan kehadiran.

“Diskusi di Cebu membuka mata kita bahwa tantangan global bersifat serupa. Guru Indonesia perlu cakap teknologi, tetapi juga tetap hadir dengan hati. Dari AI hingga humanisasi, keduanya bukan lawan, melainkan pasangan yang saling melengkapi.”
Dari Cebu ke Ruang Kelas Nusantara
Suara ASEAN + Korea menegaskan bahwa pendidikan tidak boleh terjebak pada satu sisi saja. Indonesia, dengan realitas keragaman dan kesenjangan digital, perlu mengadopsi jalan tengah: memanfaatkan teknologi secara cerdas sambil menjaga kemanusiaan pendidikan.
Dari Cebu, lahir pesan yang jelas: masa depan pendidikan adalah kolaborasi, inovasi, dan kemanusiaan. Guru bukan hanya pengajar, tetapi mentor dan pembangun jembatan antarbangsa. AI hanyalah alat, sementara hati seorang guru tetap menjadi cahaya utama bagi murid-muridnya.
0 Komentar