Semarang, 28 Juli 2025 — Ratusan guru dari berbagai jenjang pendidikan di Jawa Tengah antusias mengikuti pelatihan daring bertajuk “Augmented Reality untuk Pembelajaran Mendalam” yang diselenggarakan oleh SLCC PGRI Provinsi Jawa Tengah, Senin malam (28/7). Kegiatan ini menghadirkan Prof. Dr. Achmad Buchori, M.Pd., pakar teknologi pembelajaran dari Universitas PGRI Semarang, dengan moderator Dr. Saptono Nugrohadi, M.Pd., M.Si.
Pelatihan yang berlangsung secara daring ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan peningkatan kompetensi digital guru melalui penerapan teknologi augmented reality (AR) dalam proses pembelajaran berbasis deep learning. Dalam paparannya, Prof. Buchori menekankan bahwa penggunaan teknologi AR bukan sekadar tren, tetapi merupakan kebutuhan dalam era transformasi pendidikan saat ini.
“AR adalah teknologi yang menggabungkan objek maya 2D/3D ke dunia nyata dan menampilkannya secara real-time. Dalam pembelajaran, ini menjadi jembatan visual yang efektif bagi siswa,” ujar Prof. Buchori.
Dari GeoGebra hingga Assembler EDU
Pada sesi materi utama, Prof. Buchori memperkenalkan dua platform utama yang bisa digunakan guru untuk mengembangkan media pembelajaran berbasis AR, yakni GeoGebra AR dan Assembler EDU. Menurutnya, dengan menggunakan smartphone dan aset visual dari Canva, guru bisa membuat media interaktif yang bisa diproyeksikan ke dalam ruang kelas melalui QR code.
Ia membagikan pengalaman praktiknya selama mengajar guru-guru di Jepara dan Kudus dalam program pelatihan AR, VR, dan AI. “Kami mengembangkan smartbook eduply sejak 2017, dan sudah banyak digunakan dalam pembelajaran matematika, sains, hingga sejarah,” jelasnya.
Selain itu, ia juga menyebut platform Melia Lab, hasil inovasi startup Bandung, yang kini banyak digunakan untuk simulasi AR/VR di sekolah berbasis langganan.
Praktik Langsung dan Kolaboratif
Pelatihan ini tidak hanya bersifat teoritis, tetapi juga interaktif. Guru-guru diajak langsung mempraktikkan pembuatan AR sederhana menggunakan Assembler EDU. Salah satu peserta, Pak Mahbub, mendapat apresiasi karena berani menjadi relawan untuk membagikan layar dan membuat project AR secara langsung.
Dengan dibimbing oleh Prof. Buchori dan moderator Dr. Saptono, peserta lain ikut mempraktikkan langkah-langkah seperti mengunggah aset gambar, menambahkan objek 3D, menyisipkan musik latar, hingga mempublikasikan hasil karya dalam bentuk QR code yang bisa ditautkan ke buku ajar atau LKPD.
“Saya senang karena praktik ini benar-benar membuka wawasan baru. Ternyata membuat AR itu tidak sesulit yang saya bayangkan,” ujar Pak Mahbub yang disambut tepuk tangan virtual peserta.
AR Sebagai Suplemen, Bukan Pengganti
Dalam sesi diskusi, Prof. Buchori mengingatkan bahwa meski teknologi AR sangat potensial, ia tetap memposisikannya sebagai suplemen, bukan pengganti dari pembelajaran konseptual.
“Kita ini guru. Jangan sampai konsep matematika misalnya, seperti 2³ saja dijawab 6 bukan 8, karena terlalu mengandalkan media. Konsep tetap harus disampaikan dengan kuat, teknologi hanya penguat,” tegasnya.
Ia juga menyampaikan bahwa konten AR yang digunakan sebaiknya disesuaikan dengan konteks mata pelajaran. Untuk guru PAUD bisa menampilkan binatang, bunga, atau mobil. Sedangkan untuk guru matematika, bisa berupa bangun ruang, grafik, atau bentuk geometri.
Menuju Pembelajaran Bermakna dan Berkesadaran
Menjelang penutupan, Dr. Saptono menyampaikan refleksi dari jalannya pelatihan malam itu. Menurutnya, kegiatan ini telah membangun fondasi penting bagi guru dalam memahami dan mengimplementasikan paradigma pembelajaran mendalam (deep learning).
“Kita tidak hanya belajar memahami AR, tetapi juga mempraktikkannya secara langsung. Ini adalah awal yang baik menuju kelas yang lebih berkesadaran, bermakna dan menggembirakan,” ucap Saptono.
Ia menambahkan bahwa pelatihan ini masih akan berlanjut pada sesi berikutnya dengan materi Virtual Reality (VR) untuk promosi sekolah berbasis liflet digital 3D. Peserta diimbau untuk hadir kembali dan membawa hasil praktik agar bisa saling berbagi.
Kolaborasi dan Semangat Belajar Tinggi
Kegiatan ini ditutup dengan semangat kolaboratif yang tinggi. Beberapa peserta seperti Bu Siti Mazidah dan Pak Algar juga turut aktif mencoba, walaupun terkendala sinyal. Prof. Buchori mengapresiasi partisipasi semua peserta yang tetap semangat meski pelatihan dilakukan malam hari.
“Kalau di pesantren, semakin lama mondok, semakin banyak kitab. Di dunia guru juga begitu, semakin belajar, semakin kaya metode,” pungkasnya.
Sebagai penutup, Prof. Buchori mengajak seluruh peserta untuk tidak hanya belajar di permukaan, tapi menerapkan teknologi ini ke ruang kelas secara nyata, guna mewujudkan pembelajaran abad ke-21 yang inspiratif.
0 Komentar